Namaku Beethoven, teman-temanku memanggilku dengan panggilan Betho. Kehidupan malam adalah duniaku. Kucari jati diriku disetiap liku jalanan yang kulewati. Semuanya kulakukan hanya untuk memuaskan egoku dan pembuktian siapa diriku.
Aku menjadi kehidupan yang seperti ini karena didikan keluargaku yang keras. Komunikasi dalam keluarga kami hanya berjalan satu arah, dari atas kebawah. Terutama papi, dia bukan hanya otoriter namun juga tak segan menggunakan tanggan untuk memukulku. Hal itu membuatku sangat membenci papi, sehingga sempat muncul sebuah keinginan dalam hatiku, jika aku dewasa nanti, aku akan balas menghajarnya.
Waktu itu sekitar tahun 1992 atau 1993, aku baru saja lulus SD. Tapi papi dan mami memindahkanku bersekolah di Lampung. Hal itu sangat berat bagiku yang baru berumur 12 tahun, karena aku harus beradaptasi terhadap lingkungan dan situasi yang berbeda tanpa keberadaan orang tua.
Aku menjalani masa-masa sulit disekolah sejak masa SMP di Lampung itu. Karena sekalipun aku orang Batak, tapi tampangku lebih mirip orang chinese. Rupanya teman-temanku masih sangat rasis. Karena hal itu, aku diperlakukan dengan kasar oleh teman-temanku, seringkali aku dipalak, dipukul dan dikucilkan oleh mereka.
Perlakuan yang kasar, bahkan bisa terbilang kejam itu membuat aku menjadi seorang yang keras dan sangat egois.
Setelah lulus SMA pada tahun 1998 aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Jakarta. Keputusanku itu ditentang oleh mami dan papi karena saat itu di Jakarta sedang terjadi kerusuhan. Namun aku tak peduli dengan keberatan mereka, dan karenanya hubunganku dengan mami dan papi semakin memanas. Terutama dengan papi, dia begitu marah karena aku berani menentangnya. Bahkan hampir satu bulan, papi tak pernah menelephonku.
Pada tahun pertama kuliah aku masih serius belajar. Namun saat tahun kedua, dan mulai mengenal teman-teman baru, aku mulai tahu seperti apa Jakarta itu. Di Jakarta banyak wanita cantik yang gampang diajak jalan-jalan. Selain itu aku mulai ke diskotik dan party-party yang banyak diadakan.
Tidak hanya itu, aku mulai bergabung dalam sebuah klub motor dan sering menanggapi tantangan orang untuk mengadu kecepatan. Aku tak pernah taruhan, tapi aku suka head to head dengan orang lain.
Aku suka balapan dan kebut-kebutan karena melalui hal itu aku dapat menyalurkan emosi. Dengan kebut-kebutan, semua kekesalan, kemarahan dan pusing kepala bisa keluar.
Namun kehidupan tidak semulus cerita dongeng. Sebuah pengkhianatan membuatku semakin kecewa dengan kehidupan ini. Seorang sahabat dekatku berselingkuh dengan pacarku. Suatu hari aku menangkap basah perselingkuhan mereka.
Aku benar-benar merasa hancur, karena kejadian itu. Dalam kekecewaanku, aku melampiaskan amarah dengan menyiksa diriku sendiri. Aku memukul tembok bahkan tiang listrik hingga tanganku berdarah. Dan sejak saat itulah aku tidak menghargai diriku sendiri.
Tak pernah terpikirkan olehku, pengkhiatan seperti ini yang akan membawaku kembali kepada Tuhan. Dalam masa-masa depresiku, seorang temanku yang sudah seperti saudara selalu menguatkanku. Dengan tidak pernah mengenal lelah, dia selalu mengajakku untuk kegereja.
Hingga pada akhir tahun 2005 aku bermain band dalam sebuah acara natal gereja. Hamba Tuhan yang berkotbah berkata, ‘Natal bukan hanya sekedar memperingati atau berpesta untuk kelahiran Tuhan Yesus. Tetapi natal adalah suatu saat dimana kita mempunyai resolusi baru didalam hidup.'
Kalimat tersebut membuatku melakukan refleksi diri, atas apa saja yang telah kulakukan selama di Jakarta dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Pada waktu itulah aku meminta tolong kepada Tuhan, karena saya mau komitmen untuk hidup didalam-Nya.Mulai saat itulah aku menjalani proses yang Tuhan pakai untuk mengubah karakter dan perangaiku yang keras dan egosi.
Aku bersyukur buat kasih Tuhan atas hidupku. Tuhan Yesus terima kasih sudah menyelamatkan hidupku. Jika bukan karena Tuhan, aku tidak tahu akan menjadi seperti apa. Satu hal yang aku yakini, Tuhan Yesus sangat mengasihiku dan keluargaku. (Kisah ini sudah ditayangkan pada 11 September 2008 dalam acara Solusi Life di O'Chanel).
Sumber kesaksian:
Beethoven
Sumber : V080911220211